Sukarno

From the series Revolusi

Berdiri di beranda rumahnya di Jakarta, di belakang sebuah mikrofon yang seadanya, Sukarno (1901-1970) membacakan pernyataan kemerdekaan dari secarik kertas. Dengan pengucapan kata-kata ini oleh pemimpin nasionalis Sukarno Indonesia menjadi negara yang merdeka, terpisah dari negeri Belanda.

Sukarno

Sukarno berasal dari sebuah keluarga Jawa yang terkemuka. Pada tahun 1927, dalam usia 26 tahun, ia mendirikan Partai Nasional Indonesia. Organisasi politik ini mencita-citakan sebuah Republik Indonesia yang merdeka.

Pidato, Piet Ley, 1948 – 1954

PROKLAMASI

‘Kami, bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.’ Saat itu sekitar jam 10 pagi pada tanggal 17 Agustus 1945, hanya dua hari setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua di Asia dan pendudukan Jepang. Dengan pengucapan kata-kata ini oleh pemimpin nasionalis Sukarno Indonesia menjadi negara yang merdeka, terpisah dari negeri Belanda.

Sukarno membacakan teks proklamasi dari beranda rumahnya, Jakarta, 17 Agustus 1945. Soemarto Frans Mendur, Arsip Nasional

Merdeka

Ratusan orang bersorak demi kemerdekaan dengan teriakan 'Merdeka'. Keesokan harinya Sukarno diangkat sebagai presiden Republik Indonesia; Mohammad Hatta menjadi wakil presiden.

Setelah upacara pengibaran bendera, Sukarno dan para petinggi lainnya di beranda mengangkat tangan mereka dan meneriakkan ‘Merdeka!’, Jakarta, 17 Agustus 1945. Soemarto Frans Mendur. Den Haag, Institut Sejarah Militer Belanda

PENAFSIRAN YANG TEPAT

Pada hari-hari dan minggu-minggu berikutnya berita tentang pernyataan kemerdekaan mencapai rakyat dari Jakarta. Gagasan tentang Indonesia merdeka dianut di sebagian besar wilayah nusantara. Penafsirannya yang tepat lalu akan menjadi subyek konflik selama 4,5 tahun kemudian.

PENYERAHAN KEDAULATAN

Pada tanggal 2 November 1949 Belanda dan Indonesia mencapai persetujuan tentang penafsiran kemerdekaan. Setelah 4,5 tahun perjuangan, pada tanggal 27 Desember 1949 kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia. Pada tanggal 28 Desember, sesudah bertahun-tahun tidak hadir secara paksa, Sukarno kembali ke ibu kota Jakarta, di mana ia disambut oleh kerumunan yang hiruk-pikuk.

Presiden Sukarno melambai dan tersenyum dari tangga pesawat, Willem Boshouwers, 1949